Pembahasan terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 telah dilakukan dalam rapat tertutup antara Presiden Prabowo Subianto, Menteri Tenaga Kerja Yassierli, dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Istana Kepresidenan. Menaker Yassierli menyatakan peraturan mengenai UMP ditargetkan selesai pada akhir November atau awal Desember 2024. Dalam rancangan tersebut, inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi pertimbangan utama, selain adanya rencana memasukkan upah sektoral sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Draf peraturan yang mengusulkan pembagian UMP berdasarkan kategori industri padat karya dan padat modal menuai penolakan dari kalangan buruh, termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Penolakan ini didasari anggapan bahwa pembagian tersebut bertentangan dengan keputusan MK yang mengatur upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan proporsionalitas kebutuhan hidup layak. Buruh juga menolak rencana perundingan bipartit di tingkat perusahaan untuk menentukan upah minimum bagi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Serikat buruh meminta Presiden Prabowo Subianto menolak draf peraturan ini karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi dalam penetapan upah minimum. Mereka menekankan pentingnya keputusan yang melibatkan Dewan Pengupahan Daerah sebagai langkah strategis untuk melindungi pekerja. Diskusi mengenai isu ini menjadi sangat krusial dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan tenaga kerja dan keberlanjutan industri di Indonesia.