Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa peninjauan ulang perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Selandia Baru dan Australia terkait bea masuk impor susu hanya akan merugikan Indonesia. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa impor susu dari kedua negara ini mayoritas berupa skim milk powder, yang digunakan sebagai bahan baku industri susu nasional dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Ia menekankan bahwa menaikkan tarif impor hanya akan meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya membebani konsumen dalam negeri dengan harga susu yang lebih mahal.
Djatmiko juga membantah klaim bahwa impor skim milk powder berdampak negatif pada harga susu segar lokal. Menurutnya, susu bubuk impor tidak bersaing langsung dengan susu segar karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Selain itu, ia menegaskan bahwa Indonesia tidak mengalami perdagangan yang tidak adil terkait impor ini, mengingat kebutuhan terhadap bahan baku tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal. Kebijakan pembebasan tarif impor melalui FTA justru dianggap mendukung efisiensi industri susu nasional.
Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie menyampaikan bahwa kebijakan pembebasan bea masuk susu impor menjadi salah satu penyebab anjloknya harga susu segar lokal. Namun, Kemendag menilai klaim ini kurang relevan karena bahan baku yang diimpor berbeda dengan produk susu lokal. Djatmiko juga menekankan bahwa revisi FTA hanya akan meningkatkan biaya ekonomi nasional dan menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku yang kompetitif untuk mendukung kebutuhan industri dalam negeri.