Industri hulu migas diperkirakan akan tetap berperan penting dalam pemerintahan mendatang untuk mendukung realisasi Asta Cita dan Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran. Industri ini memiliki posisi strategis terutama terkait ketahanan energi, yang menjadi salah satu pilar utama dalam mencapai target-target ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam visi Indonesia Emas 2045. Meskipun pengembangan energi baru dan terbarukan (EBET) terus didorong, migas masih mendominasi bauran energi, baik di Indonesia maupun secara global, hingga setidaknya tahun 2050.
Ketahanan energi menjadi kunci dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 6-8% yang dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Migas tetap menjadi opsi yang lebih murah dan relevan untuk mencapai target tersebut, mengingat peranannya yang luas dalam struktur ekonomi Indonesia. Industri hulu migas terkait dengan 120 dari 185 sektor ekonomi di Indonesia, menyumbang 85% dari PDB nasional dan 81% penyerapan tenaga kerja. Jika industri ini berhenti, Indonesia berisiko kehilangan Rp 420 triliun PDB, Rp 200 triliun penerimaan negara, dan Rp 210 triliun investasi, serta peningkatan kebutuhan devisa impor migas pada 2050 sebesar Rp 2.500-3.500 triliun.
Namun, kinerja industri hulu migas dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, baik dari sisi produksi maupun cadangan. Para pemangku kepentingan, termasuk KKKS dan Kementerian ESDM, telah berupaya mengatasi penurunan ini melalui penemuan cadangan baru dan pengembangan proyek strategis. Meski demikian, kompleksitas perizinan masih menjadi tantangan besar yang perlu segera diselesaikan. Pemerintah telah memasukkan proyek-proyek migas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), namun penyelesaian masalah perizinan yang melibatkan banyak kementerian dan lembaga perlu diatasi agar industri hulu migas dapat kembali berperan maksimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.