Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti ancaman gig economy bagi masyarakat Indonesia, terutama para pekerja. Jokowi mengartikan gig economy sebagai ekonomi serabutan. Fenomena ini disebut muncul sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi. “Perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja yang freelancer, perusahaan lebih memilih kontrak jangka-jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi,” wanti-wanti Jokowi dalam pembukaan Kongres ISEI dan Seminar Nasional 2024 yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/9).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan pekerja gig economy alias gig worker rentan terhadap ketidakpastian dan guncangan ekonomi. Selain itu, gig worker juga rentan mengalami stres imbas waktu kerja yang terlalu panjang. Ia menegaskan ada plus-minus saat lapangan kerja di Indonesia beralih menjadi berbasis kontrak. Bagi pengusaha, pekerja kontrak jelas menguntungkan. Esther menjelaskan pengusaha tidak ada kewajiban memberi gaji secara rutin bagi pekerja kontrak. Bahkan, mereka tak perlu repot-repot menyiapkan jaminan kecelakaan kerja hingga jaminan kesehatan untuk pekerja.
Ada dua saran fundamental dari Esther untuk pemerintah ke depan. Pertama, mengatur berbagai skema perlindungan kerja, seperti perlindungan hari tua, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, hingga memperhatikan standar upah dan sistem proteksi sosial. Kedua, peningkatan pendidikan. Esther mengatakan ini diperlukan agar tidak terjadi low skill labor trap.