Sistem Multipartai Dianggap Kehilangan Tujuan, Pakar Dorong Revisi Paket UU Politik

Menurut Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro, sistem multipartai perlu ditinjau ulang dan dilakukan penyederhanaan karena malah menjadi ancaman serius bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Siti mengambil contoh maraknya fenomena calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, yang dianggap menjadi anomali di tengah sistem multipartai. Sebab dalam sistem kepartaian jamak seharusnya partai politik dan masyarakat diberi ruang seluas-luasnya buat mengajukan atau berlomba menyodorkan kandidat kepala dan wakil kepala daerah pada Pilkada, sebagai wakil aspirasi mereka.

Siti menganggap maraknya calon tunggal pada Pilkada 2024 adalah dampak dari partai politik yang kehilangan kedaulatan dan otonomi. Hal itu membuat parpol seolah tidak percaya diri mengusung kader, dan memilih bergabung dalam koalisi gemuk karena kesamaan kepentingan yang pragmatis. Dalam Pilkada 2024 terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal, yang terdiri dari 1 provinsi, 35 kabupaten, dan 5 kota.

Siti menganjurkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi paket Undang-Undang (UU) politik seperti UU Partai Politik, UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), UU Pemilu, dan UU Pilkada supaya bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Siti menganggap, paket Undang-Undang Politik yang ada saat ini perlu direformasi total supaya demokrasi Indonesia lebih substantif, bukan demokrasi prosedural.

Search