Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menilai Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) telah membangkang konstitusi dengan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Palguna mengatakan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, serta berlaku bagi semua pihak (erga omnes). Palguna meyakini Indonesia saat ini di mata dunia adalah bahan olok-olok. Menurutnya, pembangkangan konstitusi itu sangat memalukan. Menurut Palguna, para pelanggar konstitusi itu suatu saat akan diadili oleh rakyat.
Pada Selasa (20/8), MK mengetok palu untuk dua gugatan terkait Pilkada 2024, yaitu gugatan dengan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024. Melalui putusan 60, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Partai yang tidak memperoleh kursi DPRD, tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat presentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Syarat parpol dan gabungan parpol bisa mengusung paslon yaitu memperoleh suara sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih tetap di provinsi itu. Kemudian, lewat putusan 70, MK menegaskan penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak calon terpilih dilantik.
Namun, Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Kemudian syarat usia minimal calon kepala daerah juga dihitung saat pelantikan paslon mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA). Poin-poin ini masuk dalam RUU Pilkada yang disahkan Baleg DPR dan dibawa ke Rapat Paripurna besok.