Lampu Hijau Muhammadiyah untuk Izin Tambang Ormas Keagamaan

Setelah lebih dari dua bulan kebijakan pemberian izin pengelolaan tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan diterbitkan pemerintah, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akan mengambil sikap. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, PP Muhammadiyah akan memberikan sikap resminya terkait pengelolaan tambang pada 27-28 Juli 2024. Pengumuman itu akan digelar di Universitas Aisyiyah Yogyakarta setelah rapat konsolidasi nasional usai.

Banyak yang menunggu sikap Muhammadiyah karena organisasi ini dinilai sebagai antitesis dari ormas Islam besar lainnya, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang telah jauh hari menyatakan sikap menerima kebijakan kontroversial tersebut. Setidaknya ada tiga lembaga otonom PP Muhammadiyah yang lantang menolak upaya legalisasi ormas keagamaan mengelola tambang, yakni Majelis Hukum dan HAM (MHH) Muhamadiyah, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah dan LPPA Aisyiyah. Ketua Bidang Studi dan Advokasi Kebijakan Publik LHKP Muhammadiyah Usman Hamid menyatakan, PP Muhammadiyah semestinya menolak izin tambang untuk ormas keagamaan. Usman beralasan, hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah pada 2022 lalu menyebut kerusakan lingkungan sebagai salah satu masalah kemanusiaan yang universal.

Berselang setelah 9 hari diskusi publik tersebut, PP Muhammadiyah didatangi Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Abdul Mu’ti mengatakan, Bahlil datang dan ikut duduk dalam rapat pleno PP Muhammadiyah. Dalam rapat itu dia menawarkan secara langsung agar Muhammadiyah mau ikut mengelola tambang. Respons PP Muhammadiyah saat itu langsung membahas penawaran dari Bahlil. Meski pengumuman resmi belum disampaikan, kabar PP Muhammadiyah telah menerima kebijakan izin tambang untuk ormas keagamaan ini telah santer terdengar. Kabar yang beredar di publik dipantik oleh Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas yang menyebut rapat pleno telah memutus agar izin tambang diterima. Menurut informasi yang diterima dari sumber, dari 13 pimpinan Muhammadiyah, hanya tiga orang yang menyatakan menolak.

Search