Wacana pemerintah menerapkan asuransi wajib kendaraan bermotor berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability/TPL) menuai pro dan kontra. Sebab, skema pemungutan premi beserta besarannya masih belum jelas. TPL sendiri merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, sebagai akibat risiko yang dijamin di dalam polis.
Ketentuan wajib ikut asuransi TPL mulai 2025 itu berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam Pasal 39A beleid tersebut, pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, pada bagian penjelasan, Program Asuransi Wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga terkait kecelakaan lalu lintas alias TPL, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Pemerintah juga dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar premi atau kontribusi keikutsertaan. Ini sebagai salah satu sumber pendanaan Program Asuransi Wajib. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan dalam persiapan aturan turunan UU P2SK itu, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai program asuransi wajib yang dibutuhkan.