Izin Tambang Ormas Keagamaan Memberi Ruang Cuan dan Potensi Konflik Horizontal

Akhir Mei lalu, Pemerintah Indonesia melakukan sebuah terobosan dalam soal pertambangan batubara dengan memberikan kesempatan bagi organisasi kemasyarakatan untuk dapat mengelola tambang batubara melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara. Kehendak pemerintah melalui kebijakan ini adalah untuk memberdayakan ormas keagamaan, langkah ini memang berpeluang menghasilkan nilai ekonomi yang relatif besar. Regulasi ini membukakan pintu peluang bagi ormas keagamaan untuk mengelola ratusan ribu hektar wilayah tambang batubara yang memiliki potensi nilai produksi yang fantastis hingga triliun rupiah per tahun.

Meskipun peluang cuan sudah menanti di depan mata, mengelola tambang batubara bukanlah persoalan mudah. Pertama-tama, ada banyak persyaratan yang perlu ditempuh oleh badan usaha milik ormas keagamaan. Melansir Antaranews (5/6/2024), Presiden Jokowi mengatakan bahwa persyaratan memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus bagi ormas keagamaan akan dibuat sangat ketat. Adapun Pasal 70 PP No 96/2021, sejumlah persyaratan yang dimaksud meliputi persyaratan finansial, teknis, dan administrasi.

Berdasarkan analisis Litbang Kompas menggunakan data geospasial yang disediakan EITI dan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), terdapat setidaknya tujuh wilayah PKP2B yang tumpang tindih dengan wilayah adat. Tumpang tindih atau persinggungan wilayah tersebut potensial memicu konflik antara pengelola tambang dan masyarakat adat setempat. Potensi konflik tidak hanya terbatas pada komunitas masyarakat adat, tetapi juga meluas hingga masyarakat setempat. 

Search