Konsep panti jompo menuai kontroversi, padahal ini merupakan tempat menyenangkan bagi masyarakat lanjut usia (lansia) dan prospeknya bisa meningkat seiring dengan realita saat ini di mana tingkat pernikahan hingga melahirkan turun. Sebagaimana diketahui haru-baru ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini menuai kontroversi lantaran tidak setuju dengan konsep panti jompo yang menurutnya bukan budaya Indonesia. Politisi PDIP itu khawatir panti jompo menjadi pembenar anak menolak merawat lansia di keluarga. Dia pun mendorong keluarga untuk merawat lansia, alih-alih dititipkan di panti jompo. Selain Risma, stigma masyarakat perihal panti jompo sebenarnya sudah lama melekat sebagai tempat mereka yang dikirim ke sana telah “ditinggalkan” oleh keluarga.
Hak perlindungan sosial terhadap lansia ini tentunya menjadi poin yang melandasi bahwa adanya panti jompo merupakan hal yang esensial bagi kesejahteraan masyarakat. Melansir data Kementerian Sosial RI, hingga tahun 2022, ada sekitar 800 panti jompo di Indonesia dengan total penghuni mencapai 25.000 orang. Jumlah ini bisa terus meningkat seiring dengan realita saat ini di mana tingkat pernikahan sampai kelahiran turun.
Jika tren tingkat pernikahan dan kelahiran terus turun. Dalam 20 – 30 tahun ke depan, penduduk yang usia produktif sekarang bisa mendominasi menjadi penduduk usia lansia. Ditambah dengan tren “child free” yang ada saat ini di mana pasangan suami istri memutuskan tidak memiliki anak, pilihan tinggal di panti jompo menjadi sangat menarik lantaran akan mendapatkan layanan kesehatan dan sosial yang terjamin.