Netralitas aparatur sipil negara (ASN) mendapat sorotan tersendiri jelang penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 pada November mendatang. Konflik di daerah bakal muncul jika daerah yang dipimpin oleh seorang penjabat (pj) kepala daerah mengerahkan mobilisasi kepada ASN demi kepentingan politis tertentu. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya mengatakan, fenomena mobilisasi ASN lewat penunjukkan pj oleh pemerintah pusat sebelumnya sudah disoroti selama sengketa hasil Pilpres 2024 lalu. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi saat Pilkada 2024. Bagi Dimas, praktik penunjukkan pj yang tidak transparan bakal melegitimasi proses mobilisasi perangkat daerah selama kontestasi pemilihan. Menurutnya, hal itu justru akan mendorong lahirnya konflik-konflik sosial di tengah masyarakat saat Pilkada 2024.
Dalam kesempatan yang sama, pelaksana harian Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Togap Simangunsong mengakui netralitas ASN sangat rawan saat pilkada. Apalagi, kepala daerah inkumben yang maju lagi mencalonkan diri kembali hanya perlu cuti. Berdasarkan pengalamannya di birokrasi, terdapat fenomena pemecatan pejabat di tingkat kecamatan sampai kepala dinas oleh kepala daerah inkumben yang kalah di daerah tertentu. Togap sendiri berpendapat, surat keputusan bersama terkait netralitas ASN yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Ketua Bawaslu dalam praktiknya bakal sulit dilaksanakan.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah menegaskan, netralitas ASN menjadi hal yang penting untuk ditegakkan agar tidak disalahgunakan untuk pemenangan kelompok tertentu. Netralitas ASN, sambungnya, menjadi satu dari empat hal yang disoroti oleh Komnas HAM selama Pilkada 2024 mendatang.