Direktur Eksekutif SETARA Institute for Democracy and Peace Halili Hasan, mengatakan dalam konteks demokratisasi Indonesia setelah Reformasi 1998, pilkada langsung merupakan sebuah kemajuan (16/12/2024). Pilkada langsung bukan saja merupakan mekanisme politik untuk mengisi jabatan kepala daerah secara demokratis, melainkan juga implementasi desentralisasi politik melalui otonomi daerah. Menurut Halili, kehendak Prabowo untuk menyelenggarakan pilkada melalui DPRD merupakan kemunduran secara politik dan merupakan ide yang buruk bagi demokratisasi dengan tata kelola politik desentralisasi.
Halili mengatakan pilkada menjadi sangat mahal karena regulasi, kelembagaan dan penyelenggaraan pilkada, kondisi partai politik, dan penegakan hukum pilkada yang buruk. Pilkada langsung yang lebih demokratis lagi murah dapat diupayakan dengan memperbaiki regulasi, mengefektifkan kinerja penyelenggara pilkada, demokratisasi partai politik, serta menegakkan hukum pilkada secara tegas, adil, dan berefek jera, bukan dengan menggeser pilkada dari langsung oleh rakyat ke tidak langsung oleh elite di DPRD.
Dosen Ilmu Politik FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman, mengatakan pilkada lewat DPRD sama sekali tidak memberikan solusi terhadap persoalan politik uang atau transaksi politik. Sebab, sebetulnya problem utamanya bukanlah di masyarakat, melainkan pada partai politik. Pilkada lewat DPRD membuat warga semakin kehilangan akses terhadap proses-proses partisipasi politik. Airlangga menegaskan, seharusnya yang menjadi perhatian adalah reformasi parpol, bukan mengganti sistem pemilu.