Dewan Pertimbangan Presiden

DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

Seminar ISEI 2017

Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung baik dalam satu dekade terakhir, namun data statistik menunjukkan adanya peningkatan kesenjangan ekonomi, terlihat dari meningkatnya koefisien Gini Indonesia. Untuk membahas isu tersebut, ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Terobosan Mengatasi Kesenjangan Sosial Ekonomi” pada tanggal 18 s.d. 20 Oktober 2017 di Hotel Swiss-Bell Provinsi Lampung. Terkait kegiatan tersebut, ISEI mengundang beberapa eksekutif kunci pemerintah, diantaranya Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Menko Perekonomian, Menko Bidang Kemaritiman, Kepala Bappenas. Direktur Pengembangan UMKN Bank Indonesia, Dirut PT SMI, dan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria. Selain itu juga terdapat seri diskusi akademik terkait topik strategi mengatasi kesenjangan, yang melibatkan akademisi, pimpinan lembaga terkait dan pelaku bisnis.

Hubungan antara kesenjangan dengan pembangunan ekonomi belum sepenuhnya difahami, namun masalah kesenjangan (inequality) secara umum dapat menggambarkan bagaimana persebaran tingkat pendapatan (kekayaan) antar individu di dalam populasi, dan persebaran tingkat pendapatan (kekayaan) antar daerah di dalam suatu negara.  Dalam konteks persebaran tingkat kekayaan, laporan Bank Dunia “Indonesia’s Rising Divide” (2016) mengungkapkan bahwa masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan, karena hanya 20% dari penduduk Indonesia (golongan kaya) yang mampu menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi pada satu dekade terakhir.  Laporan Bank Dunia tersebut juga mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi masalah konsentrasi kesejahteraan ter-tinggi (high wealth concentration) di dunia, dimana 10% masyarakat Indonesia terkaya menguasai 77% kekayaan negara (konsentrasi meningkat lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain), serta pendapatan dari kekayaan ini terkadang dikenai tingkat pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan pekerja, namun dengan tingkat kepatuhan pajak yang lebih rendah.  Semakin memburuknya masalah kesenjangan sosial ekonomi ini ditunjukkan oleh nilai koefisien Gini Indonesia yang meningkat dari 0.30 pada tahun 2000 menjadi 0.41pada tahun 2015. Survey Bank Dunia terhadap sebagian masyarakat Indonesia mengungkapkan bahwa distribusi pendapatan ini ber-sifat “very unequal” atau “not equal at all”.

Kesenjangan pendapatan di Indonesia saat ini lebih buruk dari beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan  Vietnam, namun lebih baik jika dibandingkan dengan Filipina dan China. World Bank mengidentifikasi keberadaan empat faktor penyebab yaitu: inequality of opportunity (ketidaksamaan kesempatan), unequal jobs (ketidaksamaan dalam pekerjaan), high wealth concentration (terkonsentrasinya aset pada kelompok kaya), serta low resiliency (rendahnya resiliensi).

Kesenjangan ekonomi antar daerah (wilayah) juga merupakan masalah klasik di Indonesia. Pada masa Orde Baru, strategi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pemerintah cenderung mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi di Pulau Jawa dan kurang memperhatikan aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan antar daerah. Kesenjangan antar daerah di Indonesia cenderung meningkat dan disebabkan beberapa faktor, diantaranya: terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa, kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), kesenjangan antara daerah perkotaan dan perdesaan,  kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; dan terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan. (AS)

Search